Subscribe

Senin, 31 Januari 2011

Kajian Intertekstual Puisi “Kusangka” dengan “Penerimaan”


NB : Wajib tinggalkan pesan di halaman paling bawah
About Me


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kajian intertekstual dimaksudkan sebagai kajian terhadap sejumlah teks (lengkapnya: teks kesastraan), yang diduga mempunyai bentuk-bentuk hubungan tertentu. Misalnya, untuk menemukan adanya hubungan unsur-unsur intrinsik seperti ide, gagasan, peristiwa, plot, penokohan, dan gaya bahasa di antara teks-teks yang dikaji. Secara lebih khusus dapat dikatakan bahwa kajian interteks berusaha menemukan aspek-aspek tertentu yang telah ada pada karya-karya sebelumnya dan pada karya yang muncul kemudian.
Tujuan kajian interteks itu sendiri adalah untuk memberikan makna secara lebih penuh terhadap karya sastra. Penulisan dan pemunculan sebuah karya sering ada kaitannya dengan unsur kesejarahannya sehingga memberi makna secara lebih lengkap jika dikaitkan dengan unsur kesejarahan (Teeuw dalam Nurgiyantoro, 1995:50).
Masalah ada tidaknya hubungan antarteks ada kaitannya dengan niatan pengarang dan tafsiran pembaca. Dalam kaitan ini, Luxemburg (dalam Nurgiyantoro, 1995:50), mengartikan intertekstualitas sebagai : “kita menulis dan membaca dalam suatu ‘interteks’ suatu tradisi budaya, sosial dan sastra yang tertuang dalam teks-teks. Setiap teks bertumpu pada konvensi sastra dan bahasa dan dipengaruhi oleh teks-teks sebelumnya”.
Kajian intertekstual berangkat dari asumsi bahwa kapan pun karya tak mungkin lahir dari situasi kekosongan budaya. Unsur budaya, termasuk semua konvensi dan tradisi di masyarakat, dalam wujudnya yang khusus berupa teks-teks kesastraan yang ditulis sebelumnya. Dalam hal ini dapat diambil contoh, misalnya sebelum para penyair Pujangga Baru menulis puisi-puisi modernnya, di masyarakat telah ada berbagai bentuk puisi lama, seperti pantun dan syair, mereka juga berkenalan dengan puisi-puisi angkatan 80-an di negeri Belanda yang juga telah mentradisi.
Adanya karya-karya yang ditranformasikan dalam penulisan karya sesudahnya ini menjadi perhatian utama kajian intertekstual, misalnya lewat pengontrasan antara sebuah karya dengan karya-karya lain yang diduga menjadi hipogramnya. Adanya unsur hipogram dalam suatu karya, hal ini mungkin disadari atau tidak disadari oleh pengarang. Kesadaran pengarang terhadap karya yang menjadi hipogramnya mungkin berwujud dalam sikapnya yang meneruskan, atau sebaliknya, menolak konvensi yang berlaku sebelumnya.



























BAB II
PEMBAHASAN


1) Pengkajian Intertekstual Puisi
Kajian Intertekstual adalah kajian puisi dengan membandingkan dua puisi yang sezaman atau puiai dengan zaman yang berbeda.
Dalam kesustraan Indonesia, hubungan intertekstual antara suatu karya sastra dengan karya lain, baik antara karya sastra sezaman maupun antara satu zaman dengan zaman yang lain banyak terjadi. Misalnya antara karya-karya pujangga baru dengan karya-karya angkatan 45, atau pun dengan karya lain. Misalnya beberapa puisi Chairil Anwar mempunyai hubungan intertekstual dengan puisi-puisi Amir Hamzah. Hubungan intertekstual itu menunjukkan adanya pandangan hidup yang berlawanan. Misalnya ada intertekstual antara puisi ”Kusangka” dengan ”Penerimaan”.
Prinsip intertektualitas yang utama adalah prinsip memahami dan memberikan makna karya yang bersangkutan. Karya itu diprediksikan sebagai reaksi, penyerapan, atau tranformasi dari karya-karya yang lain. Masalah intertekstual lebih dari sekadar pengaruh, ambilan, atau jiplakan, melainkan bagaimana kita memperoleh makna sebuah karya secara penuh dalam kontrasnya dengan karya yang lain yang menjadi hipogramnya, baik berupa teks fiksi maupun puisi. Misalnya, sebagaimana dilakukan oleh Teeuw (1983:66-69) dengan membandingkan antara sajak Berdiri Aku karya Amir Hamzah dengan Senja di Pelabuhan Kecil karya Chairil Anwar. Pradopo membandingkan beberapa sajak yang lain dengan sajak-sajak Chairil, sajak Chairil dengan sajak Toto Sudarto Bakhtiar dan Ajip Rosyidi. Nurgiyantoro juga mencoba meneliti hubungan interteks antara puisi-puisi Pujangga Baru dengan Pujangga Lama.
Adanya hubungan intertekstual dapat dikaitkan dengan teori resepsi. Pada dasarnya pembacalah yang menentukan ada atau tidaknya kaitan antara teks yang satu dengan teks yang lain itu. Unsur-unsur hipogram itu berdasarkan persepsi, pemahaman, pengetahuan, dan pengalamannya membaca teks-teks lain sebelumnya. Penunjukan terhadap unsur hipogram pada suatu karya dari karya-karya lain, pada hakikatnya merupakan penerimaan atau reaksi pembaca.
Memahami puisi ialah usaha menangkap maknanya ataupun usaha memberi makna puisi. Untuk itu perlulah konteks kesejarahan puisi itu diperhatikan. Dalam kaitannya dengan konteks kesejarahan ini, perlu diperhatikan prinsip intertektualitas, yaitu hubungan antara satu teks dengan teks lain. Berdasarkan prinsip intertekstualitas seperti yang dikemukakan oleh Riffaterre (dalam Pradopo, 2002: 227), puisi biasanya baru bermakna penuh dalam hubungannya dengan puisi lain, baik dalam hal persamaannya atau pertentangannya.
Puisi baru dapat dipahami maknanya secara sepenuhnya setelah diketahui hubungannya dengan puisi lain yang menjadi latar penciptaannya. Misalnya, puisi itu diciptakan untuk menentang atau menyimpangi konvensi puisi sebelumnya, baik dalam struktur formal maupun pikiran yang dikemukakan. Dengan menjajarkan kedua puisi itu akan diketahui untuk apa karya sastra itu ditulis, yaitu untuk menentang, menyimpangi, ataupun meneruskan konvensinya. Di samping itu, suasana puisi akan menjadi lebih terang dan kiasan-kiasannya menjadi lebih dapat dipahami. Jadi, puisi yang dicipta kemudian itu dapat menjadi lebih terang arti dan maknanya jika dianalisis dengan cara membandingkan dengan puisi sebelumnya.
Prinsip intertekstualitas merupakan salah satu sarana pemberian makna kepada sebuah teks sastra (puisi). Hal ini mengingat bahwa sastrawan itu selalu menanggapi teks-teks sebelumnya. Dalam menanggapi teks-teks itu penyair mempunyai pikiran-pikiran, gagasan-gagasan, dan konsep estetik sendiri yang ditentukan oleh horison harapannya, yaitu pikiran-pikiran, konsep estetik dan pengetahuan sastra yang dimilikinya (Pradopo, 2002: 228-229).

2) Hubungan Intertekstual Puisi
Hubungan intertekstualitas antara satu karya sastra dengan karya sastra yang lain dalam sastra Indonesia, baik antara karya sezaman maupun zaman sebelumnya banyak terjadi. Misalnya, dapat dilihat hubungan intertekstual antara karya-karya Pujangga Baru dengan Angkatan ‘45 ataupun dengan karya lain. Untuk memahami dan mendapatkan makna penuh sebuah puisi perlu dilihat hubungan intertekstual ini. Misalnya, beberapa puisi Chairil Anwar mempunyai hubungan intertekstual dengan sajak-sajak Amir Hamzah. Hubungan intertekstual ini menunjukkan adanya persamaan dan pertentangan dalam hal konsep estetik dan pandangan hidup yang berlawanan. Contoh puisi “Berdiri Aku” (Amir Hamzah) dengan “Senja di Pelabuhan Kecil” (Chairil Anwar), ”Kusangka” (Amir Hamzah) dengan ” Penerimaan” (Chairil Anwar), ”Dalam Matamu” (Amir Hamzah) dengan ”Sajak Putih” (Chairil Anwar), memiliki hubungan intertekstual.
Dengan mengutip pendapat Riffaterre, Teeuw (1983: 65-66) mengemukakan bahwa untuk memahami makna sebuah puisi secara penuh, maka orang perlu melihat intertekstualitas antara puisi yang diteliti dengan puisi yang mendahuluinya. Dengan landasan prinsip di atas,Teeuw membandingkan puisi Chairil Anwar ”Senja di Pelabuhan Kecil” dengan puisi Amir Hamzah”Berdiri Aku” yang merupakan hipogramnya. Dalam hal ini puisi”Berdiri Aku” ditanggapi atau ditransformasikan Chairil Anwar dengan sikapnya yang berbeda dalam menanggapi senja di pantai. Amir Hamzah menggunakan pandangan yang romantis, berdiri terpesona di tengah alam yang maha indah dan tenteram. Sebaliknya, Chairil Anwar menanggapi senja di pantai dengan pandangan yang realistis, dengan gambaran keadaan yang muram, penuh kegelisahan, dan tidak sempurna (Teeuw,1983; 68).
Berikut ini disajikan hubungan intertekstualitas puisi ”Kusangka” Karya Amir Hamzah dengan puisi”Penerimaan’ ‘ Karya Chairil Anwar.

KUSANGKA

Kusangka cempaka kembang setangkai
Rupanya melur telah diseri…..
Hatiku remuk mengenangkan ini
Wasangka dan was-was silih berganti.

Kuharap cempaka baharu kembang
Belum tahu sinar matahari…..
Rupanya teratai patah kelopak
Dihinggapi kumbang berpuluh kali.
Kupohonkan cempaka
Harum mula terserak…..
Melati yang ada
Pandai tergelak…..

Mimpiku seroja terapung di paya
Teratai putih awan angkasa…..
Rupanya mawar mengandung lumpur
Kaca piring bunga renungan…..

Igauanku subuh, impianku malam
Kuntum cempaka putih bersih…..
Kulihat kumbang keliling berlagu
Kelopakmu terbuka menerima cembu.

Kusangkau hauri bertudung lingkup
Bulumata menyangga panas Asmara
Rupanya melati jangan dipetik
Kalau dipetik menguku segera.
Amir Hamzah (Pradopo, 2002:232-233)











PENERIMAAN

Kalau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati
Aku masih sendiri
Kutahu kau bukan yang dulu lagi

Bak kembang sari sudah terbagi
Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani
Kalau mau kuterima kau kembali
Untukku sendiri tapi
Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.
Chairil Anwar (Pradopo, 2002: 233)

Puisi/sajak Chairil Anwar itu merupakan penyimpangan atau penolakan terhadap konsep estetik Amir Hamzah yang masih meneruskan konsep estetik sastra lama. Demikian halnya dengan pandangan romantik Amir Hamzah ditentang dengan pandangan realistis Chairil Anwar.
Keenam bait sajak “Kusangka” menunjukkan kesejajaran gagasan. Sesuai dengan zamannya, Amir Hamzah mempergunakan ekpresi romantik dengan cara metaforis-alegoris, membandingkan gadis dengan bunga. Pada bait terakhir dimetaforakan sebagai bidadari (hauri) dan merpati.
Berdasarkan keenam bait itu dapat disimpulkan bahwa penyair (si aku) mencintai gadis yang disangka murni, tetapi ternyata sudah tidak suci lagi karena sudah dijamah oleh pemuda-pemuda lain. Hal ini tampak pada bait /rupanya teratai patah kelopak / dihinggapi kumbang berpuluh kali / kulihat kumbang keliling berlagu / kelopakmu terbuka menerima cembu /.
Chairil Anwar dalam menanggapi gadis (wanita) yang sudah tidak murni lagi, sangat berlawanan dengan sikap Amir Hamzah. Ia tidak berpandangan realistis. Si ‘aku’ mau menerima kembali wanitanya (kekasihnya, isterinya) yang barangkali telah menyeleweng, meninggalkan si ‘aku’ atau telah berpacaran dengan laki-laki lain, asal si wanita kembali kepada si aku hanya untuk si ‘aku’ secara mutlak.
Chairil Anwar mengekpresikan gagasannya secara padat. Untuk memberikan tekanan pentingnya inti persoalan, bait pertama diulang dengan bait kelima, tetapi dengan variasi yang menyatakan kemutlakan individualitas si ‘aku’. Dengan cara seperti itu, secara keseluruhan ekspresi menjadi padat dan tidak berlebih-lebihan.
Dalam penggunaan bahasa Chairil Anwar juga masih sedikit romantik. Hal ini mengingatkan gaya sajak yang menjadi hipogramnya. Ia membandingkan wanita dengan bunga (kembang). Wanita yang sudah tidak murni itu diumpamakan oleh Chairil Anwar sebagai bunga yang sarinya sudah terbagi / bak kembang sari sudah terbagi / yang dekat persamaannya dengan Amir Hamzah: / rupanya teratai patah kelopak / dihinggapi kumbang berpuluh kali /.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa secara keseluruhan Chairil Anwar mempergunakan bahasa sehari-hari dengan gaya ekspresi yang padat. Hal ini sesuai dengan sikapnya yang realistis (Pradopo, 2002: 232-235).
















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Analisis dan interpretasi puisi di atas hanyalah berupa awal bagaimana sebuah puisi ditafsirkan. Tentu masih banyak model analisis puisi yang ditawarkan para ahli. Namun, satu hal yang harus diingat, pemilihan model analisis harus disesuaikan dengan tujuan akhir yang ingin dicapai oleh interpreter. Pemahaman awal tentang konsep dasar model analisis yang akan digunakan akan sangat membantu interpreter dalam menganalisis dan menginterpretasikan puisi tersebut.




















DAFTAR PUSTAKA

Pradopo, Rahmat Djoko. 2002. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Sumber : http//www.google.com
Sumber : http://gemasastrin.wordpress.com/2008/11/03/beberapa-model-interpretasi
dan-pengkajian-teks-puisi/




4 komentar:

Anonim mengatakan...

Good response in return of this question with solid arguments and telling the whole thing on the topic of that.
My homepage - click the following article

Anonim mengatakan...

Wow, this paragraph is nice, my sister is analyzing these things,
thus I am going to inform her.
My weblog ... click through the following internet site

Anonim mengatakan...

Hi to all, the contents existing at this web site are truly remarkable for people knowledge,
well, keep up the nice work fellows.

Also visit my website :: anti cellulite treatment

Anonim mengatakan...

Write more, thats all I have to say. Literally, it seems as though
you relied on the video to make your point. You definitely know what youre talking about, why waste your intelligence
on just posting videos to your weblog when you could be giving us something informative to read?


my website :: home cellulite treatment