Subscribe

Kamis, 15 Januari 2009

Menulis Mengembangkan Budaya



Nama : SURYA HADIDI
E-mail : suryahadidi@yahoo.co.id
Friendster : uya_so7@ymail.com
NB : Wajib tinggalkan pesan di halaman paling bawah
About Me



ABSTRAK
Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran bahwa dengan menulis, maka sedikit demi sedikit masyarakat akan terdongkrak pemahaman dan pola pikirnya, serta budaya literasi yang juga akan meningkat dengan kegiatan menulis. Selain itu, ditemukan pula bahwa dalam menulis, ada beberapa hal yang menjadi sorotan, yaitu bagaimana upaya agar masyarakat menyukai kegiatan menulis dan bagaimana upaya untuk menghidupkan kegiatan menulis sebagai suatu atau salah satu kegiatan yang dapat meningkatkan budaya literasi. Maka yang menjadi target dalam penulisan ini adalah masyarakat, dimana mengembangkan budaya literasi agar menjadi masyarakat yang maju.


1. PENDAHULUAN

Dalam era globalisasi ini, dunia kita mengalami kemajuan yang pesat dan berkembang dengan signifikan. Tidak dapat disangkal lagi, jika dikatakan manusia adalah orang yang menjadi “ dalang “ dibalik semua kemajuan dan perkembangan yang membawa manusia ke kehidupan yang modern. Hal ini membuat banyak negara di dunia ini berlomba dalam membangun negaranya dengan memanfaatkan teknologi-teknologi yang canggih ini. Maka dalam persaingan tersebut, masing-masing negara sangat begitu mengharapkan kontribusi dari para masyarakat-masyarakat yang ada dalam Negara tersebut. Kontribusi yang diharapkan adalah bagaimana mengelola dan menggunakan teknologi yang ada, dalam rangka mengembangkan dan memajukan negaranya sendiri. Tetapi bagaimana jika masyarakat yang diharapkan untuk melakukan hal-hal yang berkaitan dengan kemajuan Negara, tidak mampu dan bahkan tidak diberikan bimbingan untuk belaja bagaimana penggunaan teknologi-teknologi yang canggih itu untuk memajukan bangsa dan Negara. Bagaimana dengan nasib suatu negara yang masyarakatnya tidak mampu berbuat dan melakukan suatu gerakan terobosan yang mencuri perhatian dunia ? Maka bisa dipastikan bangsa dan negara tersebut akan tertinggal dengan bangsa dan Negara yang maju karena kontribusi masyarakatnya yang begitu semangat dan antusias dalam mendukung kemajuan dan kebangkitan bangsanya dan juga negara dengan penggunaan dan pengelolaan teknologi-teknologi yang canggih dalam mendukung gerakan mereka.

Tetapi bagaimana jika ada masyarakat yang mampu menggunakan teknologi-teknologi yang canggih itu, tetapi digunakan untuk hal yang tidak berguna dan hanya buang-buang waktu saja ? Ambil saja contoh dekatnya, yaitu Indonesia, dalam contoh penggunaan handphone, televisi, dan internet. Dalam penggunaan handphone, masyarakat lebih sering memakainya dalam hal yang tidak berguna. Dimana seharusnya layanan program SMS, lebih baik dimanfaatkan untuk menyampaikan informasi yang berguna dan menyampaikan hal yang penting, daripada mengobrol hal-hal yang tidak penting dan berujung dengan pembelian dan pemakaian pulsa yang mubazir. Internet juga yang menjadi salah satu alat yang memudahkan kehidupan manusia juga disalahgunakan oleh masyarakat. Untuk mendapatkan informasi dan mencari berita-berita yang “up to date” dengan mengakses web melalui internet. Tetapi, kembali orang-orangnya menggunakan internet pada pekerjaan yang sia-sia dan terkesan memalukan. Mengakses video porno, melihat hal-hal yang berbau dengan seks yang tidak tepat dan berakibat hal-hal yang membahayakan diri dan orang lain.

Televisi juga berpengaruh dengan tindakan yang positif dan negatif. Dengan acara-acara yang makin hari makin bagus dan menarik. Hal ini membuat masyarakat menjadi tidak berdaya dan seakan terhipnotis dengan daya tarik televisi. Sebenarnya, ini dikarenakan karena jam menonton yang terlalu berlebihan, ditambah acaranya yang menarik, lalu harga TV yang saat ini hampir seluruh orang di Indonesia mempunyai televisi dan hamper 1 x 24 jam orang tahan duduk di televisi atau hanya meninggalkan televisinya dalam keadaan menyala. Komisi Penyiaran Indonesia, menyebutkan bahwa hampir ¼ masyarakat Indonesia kecanduan akan tayangan televisi yang jika tidak disensor dan disaring dengan baik, maka akan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Selain itu, masyarakat kita juga sering duduk-duduk di kedai dan membicarakan hal-hal yang sia-sia, topik yang tidak jelas dan tidak berbobot, dan rata-rata itu adalah kalangan orang-orang yang berpendidikan rendah dan pengangguran yang tidak tahu mau kemana setelah lulus jenjang pendidikannya. Dan bahkan ada yang juga yang sudah bertitel sarjana, tetapi juga putus di tengah jalan.

Pengilustrasian diatas menunjukkan bahwa masyarakat Indoneisa begitu terperdaya oleh kemajuan teknologi sekarang ini. Seharusnya itu dapat dimanfaatkan untuk membuat bangga dan negara ini lebih maju. Bertambahnya ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas, daya nalar dan pola pikir, bahasa dan kosa kata yang akan menjadi semakin banyak dan bertambah baik dalam penggunaannya dalam kehidupan. Kalau terus dibiarkan terus menerus, maka akan menjadi apa bangsa ini dan mau dibawa kemana negara ini ke depannya ? Kegiatan-kegiata yang hanya buang-buang waktu dan tenaga, yang seolah-olah dan bahkan bisa dikatakan kegiatan yang sudah merupakan kebiasaan yang membuat pola pikir, daya nalar, dan tingkat keliterasian yang berkurang, dan membuat bangsa kita menjadi semakin terpuruk dan kalah bersaing dengan negara-negara yang masyarakatnya lebih maju daripada bangsa Indonesia.

Lalu apa hubungan beberapa pengilustrasian diatas dengan judul tulisan ini, yaitu “ Menulis Mengembangkan Budaya Literasi Pada Masyarakat Indonesia “ ? Pada tulisan ini, saya akan mengungkapkan fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat, dalam hal menumbuhkan dan mengembangkan budaya literasi pada masyarakat dalam rangka menuju ke tingkat literasi yang tinggi. Karena menurut Wagner (2000), bahwa tingkat literasi yang rendah berkaitan erat dengan tingginya angka drop–out sekolah, kemiskinan, dan pengangguran. Ujaran Wagner ini bila dikaitkan dengan keadaan negara yang sedang mencari cara untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan mengubah sistem ujian nasional, dan bergonta-ganti kurikulum demi tujuan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Maka tulisan ini akan mencoba memecahkan beberapa masalah yang timbul dari pengilustrasian diatas. Dari apa yang bisa saya rumuskan, maka beberapa masalah yang muncul :
1. Bagaimana memperkenalkan menulis kepada masyarakat ?
2. Bagaimana langkah supaya kegiatan menulis menjadi menyenangkan ?
3. Bagaimana mengatasi kendala umum dalam menulis ?
4. Apakah tingkat literasi akan berkembang dengan kegiatan menulis dan mampu menghasilkan generasi literat ?

Dari lima buah permaslahan yang dirumuskan, maka akan menimbulkan suatu pembahasan yang akan menghasilkan sesuatu yaitu sebuah kepiawaian masyarakat yang tingkat literasinya tinggi berkat menulis yang akan membawa bangsa dan negara ini menjadi lebih baik.


2. PEMBAHASAN
Pada bagian kedua ini akan ditampilkan pembahasan atas pertanyaan-pertanyaan yang menjadi permasalahan yang timbul dari fenomena-fenomena yang diangkat pada tulisan ini.

2.1 Masyarakat dan Menulis
Bagi sebagian orang mendengar istilah menulis atau mengarang mungkin bayangannya terkait pada suatu yang tidak menarik, menjemukan, dan bahkan memfrustasikan. Mengapa muncul pertanyaan seperti itu ? Pemahaman esensi konsep menulis atau pengalaman belajar menulis seseorang di sekolah tidak menyenangkan. Karena, anggapan bagi sebagian orang lebih baik langsung dikatakan, daripada harus ditulis dan hanya buang-buang waktu. Mereka beranggapan bahwa perkataan secara lisan lebih menghemat waktu daripada tulisan yang pada akhirnya juga akan dibaca dan akan segera tahu isinya dan hanya suatu kegiatan yang merepotkan dan melelahkan.

Untuk memperkenalkan masyarakat yang sudah kecanduan oleh tayangan televisi dan hal-hal yang menyia-yiakan waktu, maka perlu penjelasan menegnai menulis yang lebih mendalam dari sumber informasi yang terpercaya dan pemahaman serta penjelasan yang membat masyarakat yakin dan mau menghilangkan anggapan-anggapan atau paling tidak mau merealisasikan harapan dalam tulisan ini. Mengenai penjelasan dari menulis sendiri, pertama-tama apa sebenarnya kegiatan menulis itu ? Orang pasti membayangkan sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan. Menulis sendiri sebenmarnya juga bukan hal yang asing bagi kita. Banyak contoh-contoh tulisan yang akrab dalam kehidupan kita. Contohnya berupa sebuah artikel, karya sastra, majalah, resensi, laporan, esai, tesis, skripsi, dan disertasi. Tulisan-tulisan tersebut menyajikan secara runtut dan menarik, ide, gagasan, dan perasaan penulisnya. Namun, sebagaimana yang telah tertulis diatas, aktivitas menulis tidak banyak yang menyukainya. Dari survei yang dilakukan bahwa menulis ialah aspek pelajaran yang paling tidak disukai oleh para siswa. Dengan alasan yang beraneka ragam yang salah satunya diujarkan oleh Abi, siswa SLTP N 35 MEDAN. Abi mengatakan bahwa menulis membuatnya bosan dan capek.

Menurut Graves (1978), seseorang enggan menulis karena tidak tahu untuk apa dia menulis, merasa tidak berbakat menulis, dan merasa tidak tahu bagaimana harus menulis. Ketidaksukaan tak lepas dari pengaruh lingkungan keluarga dan masyarakatnya, lalu pengalaman pembelajaran menulis atau mengarang di sekolah yang kurang memotivasi dan merangsang minat. Dalam pernyataan Graves, seseorang dapat disimpulkan tidak mempunyai rasa percaya diri dalam menuangkan ide / gagasan, perasaan yang ingin dituliskannya. Selain itu, pengaruh lingkungan tempat tinggal seseorang dan masyarakat yang ia terdapat dan menjadi salah satu dalam kemajemukan tersebut. Contohnya, lingkungan pasar yang diaman masyarakatnya notabene berpendidikan rendah, maka otomatis seseorang tersebut mungkin tidak terpikirkan mengenai menulis atau kegiatan berbahasa yang lain karena tidak cocock dengan pengaruh kondisi lingkungan dan tidak didukung dengan motivasi oleh orang tua yang malah acuh tak acuh. Bagi mereka yangterpenting anak-anak mereka mendapat hasil yang bagus di sekolah tanpa melihat secara langsung pengimplikasian dari hasil yang dicapai.

Kini, masyarakat mengalami apa yang dikatakan oleh Graves, atau bahkan mereka sebenarnya tidak peduli dengan menulis. Sebenarnya jika mereka mau, maka akan ada begitu banyak manfaat yang dapat diambil dari menulis, yang diantaranya adalah :
1. Peningkatan kecerdasan
Dimana dengan menulis, maka dengan sendirinya diri seseorang itu akan lebih mantap dalam hal memanfaatkan potensi diri, khususnya bidang menulis.

2. Pengembangan daya inisiatif dan kreativitas
Menulis memerlukan suatu pemikiran-pemikiran yang kreatif, yang tombul akibat inisiatif untuk berpikir mengemukakan ide dan gagasan atau menambah pernyataan-pernyataan yang ada pada suatu bacaan.

3. Penumbuhan keberanian
“Kegagalan adalah sukses yang tertunda, pengalaman adalah guru yang paling berharga.” Pepatah ini mengemukakan baha rasa optimis dan keberanian untuk menumbuhkan ide / gagasan untuk ditulis dan dibaca oleh orang lain.

4. Pendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi
Sebagai motivator untuk mau dan mampu mengumpulkan informasi penting untuk bahan tulisan yang akan ditulis.

2.2 Menulis Itu Menyenangkan
Pemahaman dari menulis yang telah terjadi adalah suatu fenomena yang nyata dan bukan rekayasa. Adakah dimana telah terjadi dan menulis anggapan bahwa menulis itu tidak menyenangkan dan membosankan. Lalu, bagaimana agar kegiatan menulis menjadi menyenangkan ? Ada beberapa langkah yang dapat membuat seseorang menjadi senang menulis. Antara lain adalah :
1. Percaya pada diri sendiri dan kemampuan
Agar menulis menjadi menyenangkan, percaya diri sendiri dan kemampuan individu. Percaya dan yakin kalau dirinya mampu untuk menuangkan ide / gagasan yang dipunyai. Jangan beranggapan kalau tulisan kita tidak akan memikat pembaca dan masih banyak kesalahan. Menulis adalah kegiatan yang memerlukan ketekunan dalam mencapai hasil yang maksimal. Kemampuan kadang juga dihubungkan dengan bakat. Bakat muncul karena digali terus-menerus. Begitu juga dengan menulis, membutuhkan ketekunan untuk terus, terus, dan terus berlatih. Sekarang kembali kepada kemauan individu untuk menggali terus-menerus kemampuan yang berwujud abstrak.

2. Jari-jari kelelahan
Jika menulis sudah menjadi karier, maka penulis yang sudah ‘gila’, maka dia akan rela untuk terus menulis agar tulisannya menjadi main baik dan tentunya, uang untuk biaya hidup. Tetapi sebagi pemula, jangan berpikir untuk langsung mencari keuntungan, karena itu akan menjadi beban bagi diri sendiri. Pikirkan bagaiman tulisan kita diminati pembaca dan merupakan sebuah gagasan yang semerlang. Paling tidak, apabila tulisan-tulisan kita sudah dikenal orang, maka secara otomatis, orang juga akan mengetahui nama kita sebagai penulis.

Lalu, jenis atau bentuk tulisan yang mau kita tulis, usahakan yang ringan-ringan dulu. Atau bisa dikatakan juga sebagai free writing. Dalam free writing, kita dapat menulis mengenai pengalaman pribadi, cerpen, kumpulan puisi-puisi, atau dapat juga berupa pandangan mengenai gejala sosial, perbandingan antara hal yang bersangkutan. Dikatakan free writing atau menulis bebas, bukan berarti kita bebas dan sesuka hati kita untuk menuliskan suatu hal. Kita juga membutuhkan referensi dan informasi apa yang bberkaitan dengan judul apa yang akan ditulis dalam free writing. Dimulai dengan free writing dan kemauan serta ketekunan maka menulis akan menjadi kegiatan yang menyenangkan da berkesan.

2.3 Kedala Umum Dalam Menulis
Berhasil dan gagal adalah hal biasa yang terjadi dalam hidup. Maka, tidak ada kata putus asa dan berhenti di tengah jalan. Dan kegagalan yang terjadi disebabkan oleh beberapa persoalan. Dalam menulis juga ditemukan beberapa kendala untuk merealisasikan ide / gagasan kita. Dari beberapa orang yang ditanya, maka disimpulkan ada tiga hal yang menjadi kendala dalam menulis, antara lain sebagai berikut :
1. Tidak Ada Waktu
Menunda pekerjaan dengan mengatakan, “ Aduh aku sedang tidak ada waktu”, adalah suatu alasan yang kuno. Barangkali, manusia masih merasa kuran dengan waktu 24 jam 1 hari. Alyssa, mahasiswi USU, mengatakan bahwa waktunya tidak cukup untuk melakukan kegiatan menulis karena bagi dirinya, lebih baik memanfaatkan waktu luang untuk istirahat atau santai-santai, mengerjakan tugas atau cuci mata, daripada menulis. “Lagian, udah terlalu banyak penulis, jadi ngapaen’ nambah yang dah’ banyak.” Ujarnya.

2. Tidak tahu apa yang harus ditulis
Menulis identik dengan membaca. “ Saya tidak terlalu suka dengan membaca, karena saya hanya membaca apa yang menurut saya penting, “ ujar Arman, mahasiswa POLMED. Dari ujarannya dapat disimpulkan bahwa tidak tahu apa yang harus ditulis berhubungan dengan membaca dan ketidakpedulian serta tidak adanya kemauan dalam hal menulis. Mengapa saya mengatakan seperti itu ? Jika ia memang punya kemauan, maka tidak harus membaca, ia dapat mencari inspirasi lain dari berbagai hal. Seperti pengalaman pribadi, gejala sosial, atau pandangan sosial mengenai seputar kehidupan masyarakat atau berupa kritik sosial.

3. Kelelahan dan Malas
Faktor yang menjadi kendala paling banyak, “ Aduh, dek, orang seperti bapak disuruh menulis. Bapak udah’ terlalu lelah, seharian mengajar di sekolah dari pagi sampe’ sore, eh malah disuruh menulis untuk pengembangan literasi. “ Itu ujaran seorang guru SMA yang menyatakan terlalu lelah jika mengajar sambil menulis. “ Lagipula bapak kan’ mengajar kimia, itu bukanlah mudah, sambil belajar kimia, sambil menulis pula, ah tak mungkin itu. “ Bagi guru, faktor kelelahan adalah alasan utama. Lain halnya dengan mahasiswa, Safrizal, mahasiswa UISU menyatakan bahwa menulis hanyalah kegiatan konyol yang buang-buang waktu. Lebih baik mengerjakan hal lain saja. ” Bagi aku menulis tu’ pekerjaan malas, Cuma buat capek, mending tidur atau nonton TV.” Ujar Safrizal.

Dari ujaran-ujaran masyarakat diatas, dapat diambil sebuah kesimpulan yaitu 1 kendala yang paling besar yaitu tidak adanya kemauan dan ketidakpedulian. Menulis merupakan suatu kegiatan yang harus ditandai dengan adanya kemauan untuk menemukan dan mencari topik yang bak dan relevan. Relevan disini berarti topik yang ingin ditulis haruslah sejalan dan terkait dengan tema serta bahan-bahan atau informasi yang berkaitan degan topik yang akan ditulis. Kalaupun tidak ada bahan atau informasi, menulis juga dikerjakan dengan inspirasi melalui pandangan-pandangan yang ia dapat dalam kehidupan atau dengan kata lain bisa juga pengalaman pribadi, kritik sosial, novel, atau cerpen.

2.4 Tingkat Literasi dan Generasi Literat
Masyarakat yang tingkat literasinya tinggi akan menjadikan bangsa dan negaranya maju. Seperti halnya negara Jepang dan Amerika Serikat. Dimana Jepang, tingkat literasi masyarakat yang begitu tinggi, dimana-mana semua orang membaca. Menunggu bus, menunggu kereta api, masyarakat Jepang membudidayakan literasi membaca untuk kemajuan bangsa dan negara mereka. Bayangkan saja, ketika tragedi jatuhnya bom atom ke kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang diprediksikan bakal sulit untuk bagkit. Tetapi kita lihat sekarang ini, Jepang begitu jaya dan bahkan menjadi salah satu negara yang teknologi dan perekonomiannya yang begitu canggih dan tersusun sistematis.

Masyarakat di Amerika Serikat, tingkat literasinya tinggi dikarenakan budaya literasi menulis. Banyak masyarakat Amerika Serikat yang menulis dan disebarkan melalui surat-surat kabar atau ada juga yang melakukan wawancara langsung, mengedit, dan mencetaknya sendiri. Begitu kreatif, demi memajukan dan menciptakan generasi-generasi literat yang berkompeten dan tingkat keliterasian yang tinggi. Bagaimana halnya dengan Indonesia ? Negara dengan mayoritas penduduk terbesar ketiga di dunia, yang jika dilihat keadaannya sekarang ini, begitu jauh tingkat literasi masyarakatnya dengan tingkat literasi masyarakat Jepang dan Amerika Serikat. Masalahnya ada pada masyarakat Indonesia yang begitu terperdaya dan tidak mampu melepaskan diri dari budaya menonton dan penggunaan teknologi yang salah penempatannya dan penggunaannya. Lebih banyak memakainya dalam hal-hal yang sia-sia daripada yang memakainya secara baik.

Secara sederhana literasi berarti kemampuan menulis dan membaca atau bisa disebut juga melek aksara. Dalam konteks sekarang,literasi memiliki arti yang sangat luas. Literasi bisa berarti melek teknologi,politik,berpikiran kritis, dan peka terhadap lngkungan. Kirsch dan Junglebult dalam buku Literacy: Profile of America’s Youg Adult, mendefinisikan literasi kontemporer sebagai suatu kemanpuan seseorang dalam menggunakan informasi tertulis atau cetak dalam rangka mengembangkan kemampuan pengetahuan sehinga mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Lebih jauh, seorang baru bisa dikatakan literat jika ia sudah bisa memahami sesuatu karena membaca dan melakukan sesuatu berdasarkan pemahaman bacaannya.

Dari penulusaran diatas, penulis mengambil suatu kesimpulan, bahwa menulis dapat membawa masyarakat ke tingkat literasi yang lebih baik dan menciptakan generasi-generasi literat di masa mendatang. Mengapa demikian ? Karena melalui menulis, masyarakat dapat menuangkan dan mengungkapkan seluruh perasaan dalam dirinya. Dapat berbentuk puisi, cerpen, atau dapat berupa sebuah tulisan yang ia tulis begitu saja dalam kertas. Dengan demikian,masyarakat akan terbiasa menulis walau hanya sekedar menulis hal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan bahkan menulis kejadian-kejadian yang ia alami dalam kehidupannya. Itu bukanlah hal yang dilarang atau lucu,tetapi merupakan awal yang baik untuk ke depannya dalam menulis hal yang lebih baik daripada sebelumnya. Tetapi, bagaimana jika masyarakat acuh tak acuh saja dan kalaupun mau,mereka hanya mendiskusikan secara lisan saja ? Itu adalah hal yang lumrah. Secara pasti, menulis pasti melahirkan sebuah tulisan. Entah itu menulis apapun, tapi yang pasti hasil dari menulisberupa tulisan tersebut, tergantung kepada kita, mau kita jadikan apa? Bisa saja kita simpan sebagai potret ingatan, pengalaman, dan pengatahuan yang pernah kita miliki. Melalui tulisan tersebut, bisa saja kita melihat apa yang terjadi dalam diri kita, memahaminya, menjelajah, apa kelemahan dan kelebihan dalam diri kita, hingga kita menyadari diri kita apa adanya dan menggugah semangat kita untuk senantiasa menjadi lebih baik lagi.

Selain itu, menulis juga mampu memberikan manfaat kepada orang lain. Dari tulisan yang telah tercipta, maka orang lain dapat menggunakannya sebagai suatu hal yag bermanfaat bagi dirinya . Dengan kata lain, ada yang kita jual pada tulisan kita dan memberikan serta berisikan hal-hal menarik. Bagaimana caranya kita mengekspose tulisan kita agar bisa dibaca oleh masyarakat banyak ? Banyak cara yang bisa dilakukan dengan mengirimnya pada artikel-artikel koran atau majalah, diletakkan pada blog di web-web internet atau menyebarluaskannya kepada teman-teman atau mading kampus atau sekolah. Dengan cara seperti ini, diharapkan masyarakat akan lebih mudah mendapatkan informasi berharga, dan menuju ke masyarakat yang literasinya lebih tinggi seperti Jepang dan Amerika Serikat.

Jepang dan Amerika Serikat adalah dua buah Negara besar dan disebut bangsa yang besar karena mereka mengembangkan dua budaya literasi, yaitu membaca dan menulis. Bagaimana dengan masyarakat bangsa Indonesia ? Melihat fenomena yang ada, masyarakat Indonesia belum terbiasa dengan buku, dimana masyarakat masih asing dengan hal yan bersifat ilmu pengetahuan. Selain membaca, meulis adalah sebuah aktivitas yang juga penting dalam membangun sebuah bangsa. Karena dengan menulis, maka masyarakat akan terlatih berpikir secara ilmiah, tidak lagi berkhayal yang berbau mistis, dan memandang sebuah realitas. Di Indonesia, khususnya di Jakarta, selain maju karena sebagai ibukota negara, juga ditopang oleh budaya menulis yang cukup. Banyak orang menuliskan surat, opini, esai, cerpen, puisi dalam majalah dan surat kabar, dan bahkan menerbitkan buku.

Kegiatan menulis inilah yang seharusnya tumbuh di kalangan masyarakat Indonesia. Menulis memang membutuhkan sebuah kemauan dan berbahagialah dia ketika menulis. Tetapi, ia tidak dapat melihat semua orang bisa bahagia ketika menulis. Bagi kalangan tertentu,menulis dianggap sebagai suatu hal yang susah. Tetapi sebenarnya tidaklah seperti yang mereka bayangkan. Perlu kemauan untuk terus berlatih, dimana tidak ada orang yang menulis,tulisannya langsung dianngap bagus,melainkan kita harus bersabar dan tetap semangat, walaupun tulisan awal kita terdengar membosankan,tidak menarik,tetapi juga pada tahap inilah,kita mulai belajar dan terus mengoreksi kekurangan dan melihat kelebihan agar pada penulisan yang berikutnya, tulisan kita lebih baik daripada yang sebelumnya. Dan ini adalah merupakan sebuah realita, dimana seorang akademisi seperti Max Weber dan Ferdinand de Saussure, tercatat bukanlah seorang penulis yang baik. Max Weber,sosiolog terkemuka dengan pemikiran dan idenya yang brilian ternyata seorang penulis yang buruk. Bapak linguistic modern,Ferdinand de Saussure, pemikirannya sangat mempengaruhi abad dua puluh, justru melalui buku yang tidak ditulisnya. Buku linguistik umum yamg menjadi pengantar pada masa itu, adalah merupakan hasil kumpulan tulisan-tulisan mahasiswa Beliau. Jika dilihat dari fenomena diatas,maka tidak mesti golongan atau kalangan tertentu mampu menulis,melainkan semua orang mampu menulis.

Dalam menulis, karya tulis nantinya akan dibaca oleh orang banyak. Orang dapat menilai dan memberikan argumen mengenai tulisan kita. Hasil karya kita akan diapresiasi oleh orang-orang. Dapat secara lisan maupun Tulisan. Alangkah baiknya jika makin banyak orang yang menulis. Karena dengan begitu, masyarakat akan banyak membaca dan terpengaruh dengan hasil tulisan dari orang lain,dimana dia juga membuat tulisan yang sama tetapi dengan cara pandang dan informasi yang berbeda. Dengan begitu,budaya literasi membaca dan menulis akan menjamur ke masyarakat di seantero bangsa Indonesia. Dengan begitu,maka tingkat literasi bangsa Indonesia akan meningkat,dan mungkin akan melampaui Jepang dan Amerika. Dan tulisan-tulisan yang muncul kian hari kian bertambah.,baik itu dari segi kualitas maupun kuantitas yang muncul. Karena budaya literasi, membaca dan menulis, keduanya mempunyai keterkaitan. Dimana orang membaca buku untuk mencari ide, informasi untuk dijadikan bahan penulisan. Sama halnya dengan menulis, setelah membaca, maka kita akan menulis apa yang telah kita dapat atau hasil membaca yang kita lakukan. Lalu,tulisan yang kta buat akan kita edarkan atau publikasikan. Dan otomatis, akan dibaca oleh masyarakat. Lalu, begitulah seharusnya sistem yang terjadi pada hubungan membaca dan menulis sebagai budaya literasi.

Adapun sarana yang dibutuhkan dalam mendukung peningkatan dan pengembanagn budaya literasi. Yang pasti adalah sarana yang akan menjadi fasilitas dalam mengembangkan budaya membaca dan menulis. Sebenarnya, pemerintah sudah berupaya dalam mengadakan fasilitas seperti perpustakaan. Bahkan,perpustakaan juga dibuat berjalan atau lebih dikenal dengan perpustakaan keliling. Di perpustakaan tersedia banyak buku-buku yang bisa dibaca oleh semua orang, dan dapat dinikmati oleh berbagai kalangan. Dan di setiap kota, juga biasanya ada perpustakaan daerah ataupun toko-toko buku yang menyediakan banyak dan beraneka ragam jenis buku. Dalam hal menulis, orang-orang bisa mempublikasikan hasil tulisannya di majalah atau surat kabar dalam bentuk opini,artikel,tajuk rencana,esai, atau cerpen. Bahkan,ada yang akan mendapat imbalan dari hasil menulis,kita bisa mengais rezeki dari menulis. Siapa yang menyangka Maria Adelia, 17 tahun, adalah sosok penulis yang sukses dari segi materi. Novel “ Aku vs Sepatu Hak Tinggi “ yang iseng-iseng dikirimnya ke penerbit Gramedia menjadi laku keras di pasaran,yang informasinya,cetakan pertama novel itu laku hingga 10 ribu kopi.

Dari pernyataan diatas, kita dapat mendeskripsikan bahwa manfaat menulis tidak hanya mengembangkan daya nalar,berpikir secara ilmiah,melihat kenyataan,dan melatih agar menjadikan diri orang yang sabar. Tetapi menulis juga mampu membuat seseorang menjadi kaya raya dan terkenal. Ini artinya menulis juga bukan sekedar hobi,melainkan sebuah profesi yang dapat menghasilkan uang. Selain itu,melalui menulis, maka akan muncul generasi-generasi literat yang kritis dan peduli, dimana kritis terhadap segala informasi yang diterima dan peduli terhadap lingkungan sekitar.

Tetapi generasi-generasi literat tidak akan muncul bahkan berkembang jika tidak didukung oleh lingkungan literasi yang kondusif. Lingkungan literasi yang kondusif antara lain adalah menyinergikan sekolah,keluarga,dan masyarakat. Dimana jika pada lingkungan yang pertama adalah keluarga, dimana keluarga tersebut adalah keluarga yang hobi membaca dan mempunyai beberapa koleksi buku. Di lingkungan sekolah,murid-murid dibiasakan untuk membaca di perpustakaan dan banyak menulis untuk koran sekolah atau mading-mading sekolah. Selain itu, sekolah juga dapat menyelenggarakan lomba karya tulis yang dapat menarik minat siswa-siswanya untuk mengembangkan kreativitas menulis. Di lingkungan masyarakat, bergaul dalam dunia pergaulan dengan orang-orang yang mempunyai kemampuan atau ada manfaat yang dapat dilihat atau diambil. Seperti contoh Forum Lingkar Pena SUMUT 2008, sebuah forum yang dapat mengembangkan bakat dan minat seseorang dalam bidang dan hal di kegiatan menulis.


3. PENUTUP
Apabila masyarakat Indonesia memiliki peringkat keliterasian yang tinggi, maka beberapa hipotesis dapat dikembangkan seperti :
1. Berdampak positif bagi masyarakat
2. Tingkat Keliterasian yang semakin baik
3. Pemakaian teknologi ke arah yang lebih efektif
4. Mengurangi buta aksara pada masyarakat Indonesia
Pada hakikatnya, masyarakat yang literasinya baik akan menuju menjadi masyarakat yang maju dan mampu mengedepankan dan mengharumkan nama negara dengan prestasi yang baik. Dari uraian pembahasan diatas, ditarik kesimpulan bahwa dengan menulis, daya nalar dan cara berpikir masyarakat akan menjadi semakin baik. Hal-hal yang diperkirakan akan terjadi, seperti halnya :
1. Berkurangnya jam menonton masyarakat
Dengan banyaknya orang menulis, maka banyak pula orang yang membaca. Membaca paling tidak sekedar baca atau bahkan mengkritisi tulisan yang ia baca, dari buku atau artikel yang menjadi pusat perhatian, dibanding dengan menonton tayangan tv yang kurang berguna dalam waktu yang lama, lebih baik menulis atau membaca untuk meningkatkan kemampuan literasi dan menambah wawasan.

2. Penggunaan teknologi yang lebih efektif
Orang-orang akan terpengaruh dan kecanduan dengan kegiatan menulis, jika hasil karyanya disukai oleh masyarakat, paling tidak orang-orang terdekat dirinya. Maka ia akan lebih rajin untuk mengumpulkan informasi dan bahan-bahan yang ia butuhkan untuk karya tulis berikutnya. Dengan teknologi yang semakin canggih, seperti internet, maka ia akan lebih mudah mendapatkan informasi yang ia mau. Atau ia juga mampu mempublikasikan tulisannya di blog-blog pada web-web di Internet, agar lebih mudah dan orang mampu mengaksesnya lebih cepat.

Oleh karena itu, selayaknya pemerintah memberikan dukngan baik secara moral maupun materi. Perbaikan fasilitas dan penyediaan buku-buku baru yang lebih segar, cocok dengan keadaan pada era sekarang ini, dan lebih mendapat apresiasi masyarakat, termasuk para siswa dari mulai Sd hingga SMA, serta mahasiswa di tingkat Perguruan Tinggi. Merealisasikan dan mulai membudidayakan budaya literasi membaca dan menulis, dalam rangka pengembangan minat baca dan tulis, dan menciptakan generasi literat, yang akan membawa kehidupan suatu negara menjadi lebih baik, dimana masyarakatnya berpikir ilmiah, cerdas, dan mampu mengankat gengsi negaranya di mata dunia.


DAFTAR RUJUKAN

Hariwijaya, M. 2007. Jurus Maut Menulis dan Menerbitkan Buku. Yogyakarta: EIMATERA Publishing

HS, Widjono. 2007 . Bahasa Indonesia Mata Kuliah Pemgembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Grasindo, Anggota IKAPI

Solin, Mutsyuhito. 2007. Kompetensi Keaksaraan Guru Bahasa Indoonesia. Medan (Paper Seminar “Kompetensi dan Profesionalisme Guru Bahasa dan Sastra Indonesia”)

Surat Kabar, HARIAN KOMPAS. Rabu, 16 Juni 2005

Tarigan, Henry Guntur. 1986 . Menulis Sebagai Ketrampilan Berbahasa. Bandung: Gelora Angkasa

Yusuf, Mohamad., Suparno. 2007. Ketrampilan Dasar Menulis. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka.



0 komentar: