Nama : SURYA HADIDI
E-mail : surya_hadidi@yahoo.com
Friendster : uya_so7@ymail.com
Facebook : uya_so7@ymail.com
NB : Wajib tinggalkan pesan di halaman paling bawah
About Me
BAB I
PENDAHULUAN
Ketika seseorang lahir di dunia, ia akan menjadi bagian dari etnik tertentu. Dilahirkan dalam lingkungan etnik tertentu bukan suatu pilihan tetapi kenyataan harus diterima. Label atau pangilan yang digunakan untuk menyebut bahwa seseorang berasal dari satu etnik atau suku tertentu tidak bisa ditolak dan sesungguhnya tidak perlu ditolak. Kita tidak boleh malu atau mengingkari etnisitas kita. Bahkan sebaliknya, kita harus bangga bahwa kita merupakan bagian dari satu etnik. Etnik itu merupakan identitas atau jati diri kita yang merupakan bagian dari satu kelompok masyarakat yang ditandai oleh kesamaan keturunan, budaya, adat, dan bahasa.
Kenyataan kehidupan ini menunjukkan bahwa kita berhubungan tidak hanya dengan orang yang satu etnik dengan kita tetapi juga dengan orang yang berasal dari etnik lain. Apalagi dalam kondisi masyarakat modern sekarang kita akan selalu berhadapan dengan orang yang berbeda etnis dengan kita. Perbedaan ini tentu saja tidak bisa ditolak sebab Tuhan sendiri telah dengan sengaja menciptakan manusia dalam kondisi yang berbeda-beda. Penolakan terhadap realitas perbedaan sama saja dengan mengingkari keputusan Tuhan. Yang terpenting adalah bagaimana mengelola keberagaman etnik secara baik agar keberagaman etnik benar-benar menjadi rahmat bagi semua umat manusia. Sebaliknya, keberagaman etnik tidak boleh mendatangkan bencana. Tuhan menciptakan manusia dalam keberagaman pasti mempunyai tujuan tertentu, yaitu agar manusia saling mengenal antara satu dengan yang lainnya. Bila demikian, konflik yang melibatkan etnik yang berbeda merupakan suatu kesalahan besar sebab itu tidak disesuai dengan kehendak Tuhan. Konflik etnik hanya akan menghasilkan bencana dan permusuhan di antara umat manusia.
Perbedaan etnik harus dikelola secara benar untuk menghasilkan kekuatan besar dalam membangun bangsa ini. Bila keberagaman bisa dikelola secara benar, perbedaan akan menjadi kekuatan dasar untuk membangun Indonesia. Sebaliknya bila salah dalam mengelola keberagaman, itu akan menjadi kelemahan sehingga itu akan mendorong terjadinya pertikaian dan bahkan disintegrasi. Bila benih-benih permusuhan antaretnik telah berkembang dalam diri bangsa Indonesia, sulit bagi bangsa ini untuk maju sebab benih-benih permusuhan akan mendorong terjadi konflik yang akan menghambat proses kebangkitan bangsa Indonesia.
Ada dua cara yang dapat mendukung pengelolaan keberagaman etnik, yaitu melaksanakan pendidikan multikultural dan membangun komunikasi antarbudaya yang beragam dalam lingkungan sosial di Indonesia. Pada makalah ini akan dibahas terkait membangun komunikasi antarbudaya yang beragam dalam lingkungan sosial di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Secara umum, fungsi bahasa adalah alat untuk berkomunikasi (Fasold,1991). Fungsi itu tentu sangat vital mengingat kita sebagai makhluk hidup membutuhkan komunikasi satu sama lain. Mengingat negara kita terdiri dari berbagai suku dengan bahasa yang berbeda, peran bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sangat penting, terutama kepada antarsuku untuk menghindari kesalahpahaman. Di Indonesia saja ada sekitar 700an bahasa daerah selain bahasa Indonesia yang telah ditetapkan sebagai bahasa nasional.
Kesalahan dalam berbahasa ternyata bisa berakibat tidak baik bahkan vatal. Kesalahpahaman itu bisa terjadi jika apa yang dimaksud penutur tidak sama dengan apa yang dipahami pendengarnya.
Ada sebuah pengalaman menarik dari Suriadi . Dia berbelanja di kawasan Blok M, Jakarta. Mulkan : “Mau beli untuk siapa?”
Deman : “Untuk Bos,” jawab saya.
Mulkan : “Wah, baik sekali kamu, Bos kamu gajinya lebih besar, pekerjaannya juga enak, hanya perlu menyuruh anak buah saja, tapi kamu masih ingat untuk membelikannya oleh-oleh, “ katanya seolah salut kepada saya.
Deman : “Bosku itu petani, manalah gajinya besar, kerjanya juga capek, dia nggak punya anak buah, “ jawab saya sambil melanjutkan memilih-milih baju yang cocok.
Mulkan : “Lho, kamu ini kerja di kantor, bagaimana mungkin bos kamu seorang petani? “ tanyanya semakin haran. Saya langsung menyadari bahwa si kawan tadi telah salah paham. Jelas dia mengartikan bos itu seperti arti yang sebenarnya, yaitu atasan di tempat saya bekerja.
Deman: “Hehe, maaf ya, maksudku aku membeli baju ini untuk orang tuaku. Di Medan, kami meyebut kedua orang tua dengan istilah bos. Jadi, ada bos cowok yang artinya ayah atau di Jakarta biasa disebut bokap, dan bos cewek yang artinya ibu atau yang di Jakarta biasa disebut nyokap, “ begitu saya menjelaskan.
Mulkan ; “Orang Medan memang aneh ya?” (sembari menahan geli).
Contoh lain
Pajak bukan berarti kantor pelayanan pajak (KPP), tetapi pasar. Sedangkan pasar artinya jalan. Itulah sebabnya ada istilah Pasar 1, Pasar 2, dan seterusnya. Pusing, bukan?
di Medan, pusing itu artinya berkeliling atau mengitari sesuatu. Bagaimana dengan pusing yang artinya sakit kepala? Kalau yang itu, orang Medan akan menyebutnya dengan pening. Pening kali kepalaku!
Ketika ada yang menyebut, “Dia tukang kompas. “ Bukan berarti dia bekerja di harian Kompas, atau kerjanya menjajakan alat penunjuk arah mata angin itu, tapi dia adalah seorang yang senang meminta uang dari orang lain dengan cara memaksa.
“Awas Bang, dia mau nembak! “ kata seorang penumpang, maaf, maksudnya sewa, kepada supir angkutan umum ( kadang disebut motor sewa). Itu bukan berarti si dia itu seorang polisi yang hendak menembak korbannya. Nembak maksudnya tidak membayar ongkos, sedangkan sewa berarti penumpang. Makanya supir-supir di Medan sering mengeluh. “Uh, payah kali pun sewa sekarang “. Itu berarti angkutannya sepi penumpang.
Sebuah keunikan
“Bahasa Medan”, begitulah kira-kira ungkapan yang pas untuk menggambarkan bahasa yang dipakai orang-orang di Medan. Bahasanya adalah bahasa Indonesia, karena menggunakan kata-kata atau singkatan dari kata-kata bahasa Indonesia ditambah kata-kata hasil “kreasi “ masyarakat Medan. Namun, kata-kata yang berasal dari bahasa Indonesia itu sudah melenceng dari arti yang sebenarnya. Hal ini tentu berpotensi menimbulkan kesalahpahaman antara si pembicara dan si pendengar. Tentunya hal ini tidak berlaku bagi orang Medan yang sudah sama-sama memahami “bahasa Medan “.
Untuk “bahasa Medan” kata-katanya “buatan sendiri”, tentu tidak akan menimbulkan kesalahpahaman, sebab bagi yang tidak memahami artinya hanya akan menghadapi risiko yaitu bingung. Mereka pasti akan bertanya apa arti dari pencorot, lantak, kedan, balen, lasak, atau angek. Namun, jika kata yang dipakai berasal dari bahasa Indonesia, tentu para pendengar sudah memahami arti yang sebenarnya, eh, ternyata yang dimaksud lain lagi. Bisa kecele, bukan?
Apakah kesalahan berbahasa ini sebuah kekayaan bagi kita? Yang jelas, “bahasa Medan” adalah sebuah keunikan yang terus terjaga kelestariannya. Bahkan terkadang para penuturnya menganggap “Bahasa Medan” sebagai sebuah kebanggaan. Suriadi pernah menemukan “Kamus Bahasa Medan“ yang dikirim seorang temannya melalui surat elektronik (e-mail). Di sana terdapat kata-kata dalam bahasa Indonesia beserta artinya jika kata-kata itu “diamalkan“ oleh orang Medan. Kamus itu konon sebagai referensi bagi orang-orang yang hendak berkunjung ke Medan agar tidak bingung.
Begitulah “bahasa Medan“ yang sering membuat orang-orang dari kota lain bingung. Ia bukanlah bahasa daerah. Ia bukan bahasa Batak, Melayu, Karo, Dairi, Mandailing, Nias, Tionghoa, Minang, atau Jawa. Ia adalah bahasa Indonesia dan hasil kreasi masyarakat Medan sendiri.
Bahasa medan itu bahasa adopsi dari bahasa melayu,indonesia, dan bahasa inggris.
contohnya :
- sedotan - pipet (inggrisnya pipe)
- test - trei (inggrisnya try)
contoh penggunaanya:
coba kau trei dulu komputer itu.
Dari analisis kami ketika seseorang anak Medan dan temannya pergi jalan-jalan ke Citra Land. Tiba disana mereka langsung menuju ke McDonald's untuk makan terlebih dahulu sebelum keliling mall. Dan sesudah mereka pesan menu makanan di McD tsb lalu anak Medan bilang ke kasirnya : "mas...mas...pipetnya mana mas? " dan sudah pasti mas nya bingung sambil melihat mereka. Terus temannya yang meluruskan bahwa disini bukan pipet namanya, tapi sedotan.
Kesalahpahaman di atas terjadi karena perbedaan arti dan penggunaan bahasa medan yang tidak dimengerti dengan orang lain. misalnya pada kasus kesalahpahaman kata kompas, itu terjadi bukan karena tidak ada kata kompas dalam bahasa Indonesia, tetapi kata kompas dalam bahasa medan mempunyai arti yang berbeda dengan kata kompas bahasa Indonesia. Tetapi pada kata “papet” terjadi karena pada kosa kata pendengar tidak ada kata pipet.
Dari kasus di atas tampak betapa pentingnya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, yakni bahasa penghubung antarmasyarakat dari berbagai suku maupun Negara yang ada di Indonesia. Kalau pengguna bahasa Indonesia sudah menggunakan bahasa Indonesia sesuai fungsinya, kasus di atas tidak akan terjadi walaupun masyarakat tersebut berasal dari daerah yang berbeda-beda.
BAB III
PENUTUP
Tidak ada yang salah ketika kita menunjukkan kebanggaan terhadap etnik kita sendiri sebab kita mempunyai hak untuk mengangkat itu. Yang salah adalah ketika kita tidak mampu mengakui dan menghargai kearifan lokal yang dimiliki oleh kelompok lain. Keinginan dan cita-cita untuk membangkitkan suatu etnik perlu didasarkan kepada pemahaman yang benar tentang etnitas agar kebangkitan kearifan lokal tidak mendorong terciptanya disintegrasi dalam masyarakat. Kegagalan memahami makna etnisitas akan mendorong terjadi permusuhan antaretnik dan bahkan dapat menyebabkan kehancuran serta pertumpahan dara
Kebangkitan etnik mengarah kepada pengakuan dan penghormatan kepada kondisi multikultural. Selanjutnya pengakuan dan penghormatan itu bertujuan untuk membangunan masyarakat multikultural yang damai.
Penggangkatan prinsip-prinsip komunikasi antarbudaya akan mendorong interaksi yang harmonis dalam hubungan multietnik. Memberikan perhatian secara serius kepada pendidikan multikultural dan komunikasi antarbudaya tentu saja sangat bermanfaat untuk membangun kearifan lokal dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kebangkitan etnik tidak diarahkan untuk menimbulkan disintegrasi, tetapi sebaliknya ia bertujuan untuk mengakui dan menghormati hakekat keberagaman kebudayaan. Prinsip dan strategi komunikasi antarbudaya dapat dijadikan dasar untuk merajut persepahaman hubungan antaretnik sehingga interaksi yang dilakukan oleh individu yang berasal dari berbagai etnik dapat membangun hubungan damai. Gangguan yang menghambat komunikasi antaretnik dapat diminimalkan jika pihak yang terlibat dalam komunikasi antarbudaya dapat menerapkan strategi komunikasi antarbudaya yang inklusif yaitu dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
DAFTAR PUSTAKA
Daulay, Syahnan, 2009. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia. Medan : UNIMED
Ketua Kelompok Studi: Sosial, Ekonomi, dan Teknologi Informasi (KS-SEKTI) di Harian
Analisa tanggal 23 Agustus 2008
http://sastradaerahusu.blogspot.com/2009/05/makalah-seminar-nasional-budaya-etnik_4289.html
http://www.sumsanjaya.com/2009/06/bahasa-indonesia-sebagai-bahasa.html
http://www.facebook.com/suriadi.html
http://www.mediabolon.com/index.php?option=com_content&view=article&id=87:simbolon
antarbudaya&catid=36:artikel-pribadi
http://www.e-psikologi.com/epsi/artikel_detail.asp?id=265
Jumat, 18 Desember 2009
Kesalahpahaman Bahasa Medan yang tidak Tepat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar