Subscribe

Minggu, 19 Juli 2009

Cindur Mata



Nama : SURYA HADIDI
E-mail : surya_hadidi@yahoo.com
Friendster : uya_so7@ymail.com
NB : Wajib tinggalkan pesan di halaman paling bawah
About Me





CINDUR MATA

Dalam cerita ini penting dikemukakan adalah sangkut paut jalan cerita dengan hidup masyarakat pada zaman itu. Pada waktu kejadian ini terjadi, yang memerintah di Minangkabau adalah seorang Raja perempuan, bergelar “Bunda Kandung” dan dipanggil sebagai baginda.
Baginda berputra seorang laki-laki yang bergelar “Dang Tuanku”. Pada masa yang diceritakan itu Dang Tuanku sudah dewasa dan baru saja dinobatkan sebagai Raja. Bunda Kandung sebetulnya hanya sebagai penasehat Raja yang sebenarnya yaitu Dang Tuangku.
Dang Tuanku mempunyai empat menteri dan mempunyai kekuasaan masing-masing, yaitu :
1. Datuk Bendahara, di Sungai Tarap, Perdana Menteri merangkap Menteri Adat.
2. Datuk Makhudun, di Sumanik, Menteri Peperangan, Mencakup Menteri Jajahan.
3. Tuan Kadi, di Padang Gantung, Menteri Syara.
4. Indomo, di Saruaso, Menteri Keuangan.
Adapun di sisi Dang Tuanku ada pula dua orang Raja, yang bergelar “Rajunan Dua Sila”. Seorang tempatnya di Buo dan seorang di Sampurkudus dalam petitih adat Dang Tuanku. Raja Buo dan Raja Sampurkudus itu dinamakan “Tungku Tiga Sejarangan” artinya ketiganya menjadi satu, tidak boleh bersilang atau bertopang pendapat mereka. Raja Buo sebagai Raja adat dan Raja Sampurkudus sebagai Raja Ibadat.
Pada masa lalu, terkabar di negeri Paguruyung, di dalam alam Minangkabau. Yang memerintah seorang raja perempuan bergelar Bunda Kandung. Pada suatu hari, Bunda Kandung memanggil pelayan yang bernama si Kembang dan menyuruh untuk membangunkan si Buyung anakku yaitu Dang Tuanku. Mendengar perintah Bunda Kandung, Kembang si pelayan tersebut menyembah meminta ampun kepada Bunda Kandung karena takut membangunkan Dang Tuan. Bunda Kandung lalu bertitah, sebab buyung saya bangunkan agar hendak berunding dengan Bunda. Bunda telah bertambah tua, agar kiranya anakku si Buyung agar memegang kendali di alam Minangkabau ini.
Adapun empat perdana menteri ialah kaki tangan Anak Kandung. Lalu Bunda berbicara dan berunding untuk mencari menantu di negeri Sungai Tarab. Karena sudah banyak anak raja-raja yang meminang putri tersebut, tetapi tak seorangpun yang berhasil mendapatkannya. Putri tersebut bernama Putri Lengo Geni. Pada pikiran hati Bunda, lebih baik ananda pergi kesana ke gelanggang bendahara supaya tahu adat lembaga orang, dan supaya tahu lagok orang disana. Dan perlu ananda memperlihatkan diri kepada rakyat, supaya rakyat tahu akan rajanya. Bawalah Cindur Mata jadi teman ananda karena dia pintar bertutur kata kepada orang lain. Dan begitu bawalah Cindur Mata agar dia dijodohkan dengan Putri Lengo Geni dari negeri Sungai Tarab.
Lalu mereka pergi dan membawa perlengkapan untuk pergi ke negeri orang. Seperti perhiasan dan keris pusaka yang diberi nenek moyang. Tibalah waktunya, mereka berangkat menuju negeri Sungai Tarab. Negeri orangpun dilalui dan tibalah di negeri Sungai Tarab dan mereka disambut dengan penuh kehormatan, di setiap jalan sampailah mereka di halaman disambut oleh bendahara. Lalu Dang Tuanku berbicara menyampaikan pesan Bunda Kandung tentang si Upik Lenggo Geni, kalau betul belum di pinang orang. Jodohkan saja dengan Cindur Mata adikku, begitulah kehendak Bunda Kandung. Lalu diputuskan oleh Dang Tuanku, diletakkan sebuah rencong tatah permata, buatan Agam Mandiangin. Tanda ditumbang Bendahara dengan sebentuk cincin permata akik, itulah tanda jadi bertunangan, Lenggo Geni dengan Cindur Mata.
Kemudian pada keesokan harinya mereka mendapat malu besar. Cindur Mata mendengar atau bertanya kepada tuan yang datang dari jauh yaitu negeri Sungai Ngiang, tuan tersebut berkata kepada si Cindur Mata, di negeri Sungai Ngiang sudah bersiap-siap untuk diperkawinan raja disana yang bernama Tuanku Imbang Jaya dengan Upik putri bungsu, anak tuanku raja muda.
Dibuka mata, namun seorang kemonakan saya sudah bertunangan dengan putriku. Tetapi, menurut pendengaran tuan raja muda. Tuanku yang di pegaruyung itu, sudah dibuang karena terkena penyakit buruk, di kurubungi langau hijau dan tidak bole tinggal di kampung. Itulah sebabnya raja takut anaknya jadi janda tua. Mendengar perkataan tersebut Cindur Mata marah dan memberitahukan hal tersebut kepada Dang Tuanku. Agar mereka pulang dan memberitakan hal tersebut kepada Bunda Kandung. Namun sampai di negeri Paguruyung. Bunda Kandung mendengar kedatangan anaknya. Lalu Cindur Mata menceritakan kepada Bunda Kandung, tentang hal yang dia dengar. Ketika itu Bunda Kandung marah besar dan menyuruh agar semua pasukan agar menyerang ke negeri Sungai Ngiang. Mendengar hal tersebut Cindur Mata dan Dang Tuanku tersenyum, karena bunda emosi. Lalu mereka berkata agar bunda memikir dahulu habis-habis agar tidak menyesal di kemudian hari. Sebab tuanku raja muda adalah adek kandung bunda sendiri. Kelak bunda akan bersilaturrahmi dengan adiknya. Mendengar hal tersebut bunda tersenyum. Lalu Dang Tuanku berkata : Kalau joduh tidak kemana. Semua sudah diatur sama yang di Atas. Biarlah putri bungsu menikah dengan tunangannya itu. Masih banyak wanita cantik di negeri Paguruyung ini yang baik hati dan rupanya. Mendengar hal tersebut bunda tersenyum lagi dan menyuruh, agar Cindur Mata agar pergi ke negeri Sungai Ngiang dan menitipkan bekal yang akan dibawa untuk pesta perkawinan tersebut.
Lalu berangkatlah Cindur Mata dengan langkah yang sangat berat untuk pergi ke negeri Sungai Ngiang karena banyak orang yang berilmu tinggi pergi kesana mati sia-sia.
Sampailah ke negeri Sungai Ngiang dan bertemu dengan Tuan Raja Muda. Dan bercerita tentang apa yang dialami oleh putra dari Bunda Kandung yaitu Dang Tuanku sudah mengalami penyakit yang sudah begitu parahnya. Sejak Tuan Raja Muda termenung, karena tidak menyangka hal tersebut bisa menimpa kemanakannya anak dari kakak kandungnya. Namun semua itu rekayasa dari Cindur Mata.
Kemudia peralatan kawinpun disiapkan. Tentang semua hal yang perlu dipersiapkan, semua sudah dipersiapkan seperti kerbau, jamu sebagai minuman dan seorang penghulu dari negeri yang lain. Ketika persiapan pernikahan telah dibuat dengan lengkap, pergilah Cindur Mata mandi ke sungai. Disaat Cindur Mata selesai mandi datanglah Putri Lenggo Geni untuk menjemput dari perintah Tuan Raja Muda karena Cindur Mata tidak kelihatan dari tadi. Di saat itu Cindur Mata meminta agar putri berbicara secara empat mata dan menceritakan tentang Dang Tuanku, tunangan putri dari kecil. Cindur Mata bercerita tentang Dang Tuanku yang menunggu putri dan sangat mencintai putri. Dan Bunda Kandung pun meminta agar putri melihat kesan tentang keadaan Dang Tuanku, karena sudah lama tidak bertemu. Lalu putri bungsu bersedih karena tidak menyangka hal tersebut bisa terjadi. Cindur mata membuat siasat agar, putri bisa kabur dari negeri Sungai Ngiang. Dia memberikan ajimat yang diberikan Dang Tuanku agar putri bisa bisa hilang dan tidak kelihatan oleh orang-orang yang berada disitu.
Sesudah sampai ke negeri Paguruyung, Bunda Kandung terkejut karena Cindur Mata membaya putri bungsu. Cindur Mata menentang perkataan Bunda Kandung. Akibat dari perbuatannya, Bunda meminta agar Cindur Mata dihukum melalui empat menterinya dan diputuskan oleh Dang Tuanku anaknya.
Karena perbuatan Cindur Mata tak terdapat pada undang-undang yang ada di negeri kita ini. Dan ketika keputusan disepakati tentang putri bungsu jika Tuan Raja Kenari, karena rindu pada anaknya dan hendak dibawanya kembali. Antarkanlah mereka beramai-ramai, sampai ke ranah Sekelawi. Setelah sampai berilah dayang dua atau tiga akan jadi suruhan. Tetapi jika Imbana Jaya yang datang ke negeri ini akan mencari tunangannya jangan lekas dikembalikan. Karena mereka belum punya hak untuk mendapatkannya. Jika diberikan kepadanya, maka akan tumbuh perselisihan dengan Dang Tuanku jika orang terperang pada matanya, kita terpegang pada hulunya, maka putus pembicaraan.
Terus tumbuhlah tentang perkawinan Cindur Mata dengan Upek Linggo Geni anak Datuk Bendahara, setelah dirunding, maka diputuskan janji pertengahan bulan ini akan dilangsungkan pernikahan di Pagaruyung. Kalau tentang Dang Tuanku dengan putri bungsu akan dibicarakan setelah sepekan lagi dari jadwal pernikahan, bagaimana akan baiknya. Keesokan harinya mereka pulang ketempatnya masing-masing sampai sepekan janjinya, berangkat empat Menteri menuju negeri Paguruyung, hedak menghadap bunda. Dalam hal ini, mempersiapkan tentang peralatan yang perlu dilengkapi agar dapat mengawinkan si Cindur Mata dengan Upik Lenggo Geni. Lalu bunda berkata kepada empat menteri, agar menjemput si Upik putri bungsu dan si Upik Lenggo Geni agar di kawinkan dengan Dang Tuanku dan Cindur Mata. Maka tinggallah Dang Tuanku di Paguruyung dan Cindur Mata di Sungai Tarab tinggal bersama ayah bunda putri di istana.
Melihat kejadian tersebut Cindur Mata marah dan mengambil pedang Jenawi dan Kerbau si Binuang untuk menghabisi orang yang membakar negeri Pagaruyung dan lainnya. Beberapa lama kemudian Imbang Jaya marah dan dia menyuruh bala tentara diiringi hulubalang untuk berperang. Semua negeri dibawah kekuasaan Alam Minangkabau yaitu Bunda Kandung semua dilawannya, karena dia membawa pasukan yang begitu banyak, lalu Bunda menyuruh Cindur Mata ke pesisir pantai Inderapura untuk bersembunyi. Kemudian datanglah Imbang Jaya dan menanyakan kepada Raja Dua Sila di mana orang yang membawa istrinya si Putri Bungsu. Perselisihan pun terjadi dan merekapun akhirnya bertengkar, dan terjadilah pembunuhan. Raja Dua Sila membunuh Imbang Jaya dan membelah dua bagian, lalu dibuang mayat tersebut ke tempat yang berbeda. Mendengar kabar tersebut Tuan Tiang Bungkuk sangat marah dan menyuruh pasukannya untuk menyerang negeri Pagaruyung.
Ketika hal tersebut terjadi Dang Tuanku naik kelangit beserta Bunda Kandung dan Putri bungsu serta pengirinya. Karena jumlah pasukan Tuan Tiang Bungkuk yang begitu banyak, maka Cindur Mata menjadi tawanan Tiang Bungkuk akibat penyerahan diri empat menteri.
Haripun berganti, Cindur Mata menjadi pelayan Tuan Tiang Bungkuk serta memijat kakinya. Ketika Tuang Bungkuk tertidur, lalu Cindur Mata bercerita tentang kelemahan Tiang Bungkuk. Dan pada saat terlelap dia menceritakan kelemahannya yaitu pada kerisnya sebilah yang bernama keris bungkuk yang berada di Tiang Bungkuk. Dan keesokan harinya Cindur Mata menentang Tuan Bungkuk untuk bertanding dan pertandingan tersebut disetujui oleh Tuan Tiang Bungkuk. Pertandinganpun terjadi, Cindur Mata memakai keris kepunyaan Tuang Bungkuk dan menukarnya kembali. Lalu Cindur Mata menusuk Tuan Bungkuk, hingga dia mati dan menyerahkan apa yang dia bilang yaitu menyerahkan kekuasaannya dan anaknya Ranit Jintan.
Setelah Tiang Bungkuk meninggal diangkatlah Cindur Mata sebagai raja yang dipilih oleh masyarakat sekitar. Semenjak kekuasaan Cindur Mata, alam aman negeri makmur, rakyat senang padi menjadi, kampungpun bertambah ramai.
1. Tema : Sebuah cerita klasik daerah yang berasal dari Minangkabau, yang didalam bahasa setempat dikenal sebagai Kaba Cindue Mato.
2. Pilihan kata pengarang/diksi : Masih menangkap bahasa asli Minangkabau, yang sebagian besar ada kata-katanya sudah bersajak dalam bahasa Indonesia.
3. Autobiografi Pengarang : H. Aman Dt. Majoindo dilahirkan pada tahun 1896 di Supayang, Solok Sumatera Barat.
Pendidikan : Kweekscool sekolah Raja di Bukit Tinggi, H.I.S. di Solok dan mendapat Diploma Klien Ambtenaar.
Pekerjaan : Tahun 1919 menjadi guru di Padang. Tahun 1920 sebagai korektor.
Pensiun : Tahun 1932 sebagai Redaktur di Balai Pustaka.
Dan meninggal dunia pada tanggal 06 Desember 1969, di Sirukun, Solok Sumatera Barat.
4. Nama Tokoh Utama :
a. Bunda Kandung : Seoranga Raja Perempuan (gelar)
b. Dang Tuanku : Seorang anak laki-laki dari Bunda Kandung (gelar)
c. Cindur Mata : Sebagai anak laki-laki yang diangkat sebagai anak angkat Bunda Kandung dan sebagai penghulu negeri alam.
d. Kembang Bendahari : Ibu kandung Cindur Mata.
e. Selamat Panjang Gombok : Bapak Kandung Cindur Mata.

Nama Tokoh Pembantu :
a. Juara Medan Lebih : Pengawal Raja.
b. Si Barakat : Pengawal Raja.
c. Si Barulih : Pengawal Raja.
d. Si Tambahi : Pengawal Raja.
e. Raja Buo : Raja Adat.
f. Raja Sampur Kudus : Raja Ibadat.
g. Tuanku Raja Muda : Seorang Raja di Daku negeri Sekalawi Adik Kandung dari Bunda Kandung.
h. Si Upik Putri Bungsu : Putri dari Tuanku Raja Muda.
i. Putri Lenggo Geni : Tunangan Cindur Mata.
j. Datuk Bendahara : Perdana Menteri Adat.
k. Datuk Makhudun : Perdana Menteri Peperangan.
l. Tuan Kadi : Menteri Syara.
m. Indomo : Menteri Keuangan.

Karakter masing-masing tokoh.
a. Bunda Kandung : Mempunyai sifat angkuh, pemarah tetapi saling mencintai terhadap isi semesta alam Minangkabau.
b. Dang Tuanku : Mempunyai hati yang sabar, patuh terhadap perintah Bunda.
c. Cindur Mata : Mempunyai emosi yang sangat besar, patuh terhadap perintah Bunda.
d. Kembang Bendahari : Penurut perintah Bunda
e. Selamat Panjang Gombok : Berhati mulia dengan sanak istrinya.


0 komentar: